Assalamu'alaikum...
Sekarang penulis akan membahas tentang "Hak Memperoleh Perlindungan Hukum".
Semoga bermanfaat ^_^ Terima kasih.
HAK MEMPEROLEH PERLINDUNGAN HUKUM
A.LATAR BELAKANG
Negara Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari berbagai macam suku
dan budaya. Setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai
warga Negara Indonesia. Keduanya harusberjalan selaras agar terciptanya keadilan. Adil terhadap
Negara dinamakan adil legal yaitu menaati peraturan yang berlaku. Adil
distributive adalah Negara adil terhadap warganya yaitu setiap warga Negara
berhak mendapatkan perlindungan. Landasan dasar hak dan kewajiban terhadap Negara
adalah pada sila kelima pancasila yang berbunyi keadilan social abagi seluruh
rakyat Indonesia. Hak adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat pula tidak
di ambil setelah melaksanakan kewajiban. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus ditunaikan atau
dijalankan.
Dalam kaitannya dengan Negara maka kewajiban kita sebagai warga
Negara adalah diantaranya membayar pajak,serta membela dan menjaga keutuhan
Negara Indonesia. Sedangkan hak yang didapatkan ada berbagai macam, dalam hal ini disebut dengan 10 hak
dasar rakyat.
1. Hak untuk memperoleh
pekerjaan yang layak.
2. Hak untuk memperoleh
perlindungan hukum
3. Hak unutk memperoleh rasa
aman.
4. Hak untuk memperoleh akses
atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, papan)yang terjangkau.
5. Hak memperoleh akses atas
kebutuhan pendidikan.
6. Hak memperoleh akses atas
kebutuhan kesehatan.
7. Hak untuk memperoleh
keadilan.
8. Hak untuk berpartisipasi
dalam politik dan perubahan.
9. Hak untuk berinovasi.
10. Hak untuk
memeluk agama dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Disadari bahwa
ke sepuluh hak dasar rakyat tersebut seluruhnya tidak dapat dipenuhi oleh
pemerintah. Dalam hal ini point no. 2 tentang hak untuk mendapatkan perlindungan hukum perlu mendapatkan
sorotan yang lebih. Ini dirasa karena adanya ketimpangan dalam mendapatkan
perlindungan hukum.
B.RUMUSAN MASALAH
Masalah yang sering muncul terkait dengan hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum ada bermacam-macam dan berbagai kendala menghambat pemenuhan nya. Setiap
pemerintahan dari pemerintahan orde lama sampai pemerintahan masa reformasi
seperti saat ini. Dalam hal ini masalah tersebut lebih terfokus dalam:
“Perlindungan
hukum warga Negara yang di luar negeri dalam hal ini tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri.”
Seperti yang
kita tahu bahwa banyak pemberitaan dan banyak masalah tentang warga Negara kita
yang berada di luar negeri bermasalah dan bahkan teraniaya.
C.PEMBAHASAN
Globalisasi menyebabkan batasan antar Negara tidak begitu berarti, yang
selanjudnya menyebabkan pergerakan orang dari satu Negara kenegara lainnya
menjadi lebih mudah. Hal ini juga dirasakan oleh Indonesia, dimana migrasi WNI
secara besar ke luar negeri baik untuk tujuan bekerja, rekreasi, ibadah, menempuh pendidikan maupun
untuk tujuan lainnya semakin meningkat. Saat ini tercatat lebih dari 3 (tiga)
juta orang Indonesia yang berada di luar negeri. Jumlah yang tidak sedikit ini
tentu saja berhak atas pelayanan dan perlindungan hukum dari Pemerintah Indonesia.
Departemen Luar Negeri berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999
tentang Hubungan Luar Negeri telah diberikan mandat untuk menjadi koordinator
hubungan luar negeri. Salah satu mandat yang diberikan oleh undang-undang adalah untuk memberikan
perlindungan kepada setiap WNI yang berada di luar negeri, namun disadari bahwa
kompleksitas permasalahan perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri
sangat beragam sehingga diperlukan usaha secara terus menerus dalam mengupayakan perbaikan pemberian
perlindungan kepada WNI dari waktu ke waktu baik di dalam negeri maupun di luar
negeri. Kita banyak mengetahui bahwa banyak dari warga Negara kita yang
bekerja di luar negeri dengan alasan mendapatkan penghasilan yang mencukupi dari pada
bekerja di dalam negeri. Akan tetapi seringkali kita mendengar berita yang
kurang sedap terhadap nasib dari para pejuang dan pahlawan devisa Negara
indonedia yang berada di luar negeri.
Banyak dari mereka yang pulang hanya dengan membawa tangan kosong, penyakit, luka bahkan
hanya tinggal nama dan berbalut kain kafan dengan ditutup oleh peti mati.
Banyaknya kasus seperti ini memperlihatkan pemerintah kurang memperhatikan
tentang perlindungan hukum warganya yang berada diluar negeri. Bahkan kasus terakhir
yang membuat hubungan Negara Indonesia dengan Negara tetangga yaitu Malaysia
sedikit memanas adalah adanya penangkapan terhadap petugas kelautan dan
perikanan provinsi riau ditangkap di perairan Indonesia oleh polair diraja Malaysia. Dalam menyelesaikan
masalah itu terlihat pemerintah Indonesia sedikit lamban. Jawaban yang keluar
dari juru bicara mentri luar negeri Indonesia adalah bahwa belum adanya
konfirmasi yang jelas tentang asal mula penangkapan. Jawaban seperti ini
menunjukkan kurangnya
koordinasi yang baik antara pemerintah Indonesia dengan konsulat Indonesia yang
berada di Malaysia.
Seharusnya Departemen Luar Negeri berdasarkan Undang-Undang Nomor 37
Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri telah diberikan mandat untuk menjadi koordinator hubungan
luar negeri. Salah satu mandat yang diberikan oleh undang-undang adalah untuk
memberikan perlindungan kepada setiap WNI yang berada di luar negeri. Akan
tetapi kejelasan nasib para warga Negara yang ada di luar negeri seperti menggantung dan hanya manis di
awalnya. Kebanyakan kasus tentang perlakuan kekerasan tenaga kerja kita di luar
negeri akan dip roses setelah mendapatkan sorotan dari media massa. Namun
keberlanjutan kasusnya hanya sebatas berapa lama berita tersebut beredar, selebihnya kita tidak
mengetahui bagaimana nasibnya. Seharusnya Negara harus lebih berani dalam
mengambil tindakan yang terkait oleh perlindungan warganya. Seperti Negara –
Negara lain, contohnya Australia dan cina Negara tersebut berani mengeluarkan
travel warning atau
larangan berkunjung atau bahkan pemutusan hubungan diplomatic dengan Negara
yang menggangu dan membahayakan keselamatan negaranya.
Ini semua perlu dilakuakan oleh Indonesia sebab warga Negara merupakan
aset yang sangat berharga bagi Indonesia. Menyakiti atau mengganggu warga Negara, seperti
halnya menghina kehormatan dan kedaulatan Negara, ini di karenakan warga Negara
merupakan unsure dari suatu Negara. Namun disadari bahwa upaya-upaya penguatan
sistem pelayanan dan perlindungan warga bukanlah pekerjaan yang dapat selesai dalam semalam.
Diperlukan kerja keras dan komitmen yang terus menerus dari Pemerintah baik
dari sistem maupun personil dan yang tidak kalah penting juga adalah masyarakat
sebagai subyek perlindungan yang harus membekali diri sebaik-baiknya sebelum bepergian keluar negeri
untuk tujuan apapun. Indonesia melalui undang – undangnya telah menjamin
perlindungan hukum bagi warga negaranya. Pasal 19 huruf b Undang-Undang No.37
Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri secara tegas menyatakan bahwa “Perwakilan
Republik Indonesia berkewajiban inter alia memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara
dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.”.
Sebagaimana dinyatakan
dalam pasal tersebut di atas, pelaksanaan fungsi konsuler tidak dapat
dilepaskan dari pengaturan hukum internasional dan dalam hal ini tunduk
pada ketentuan dalam Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler (Konvensi Wina 1963) yang
diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No. 1 tahun 1982
tentang Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik Beserta Protokol
Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention On Diplomatic Relations And Optional Protocol To The Vienna Convention On
Diplomatic Relations Concerning Acquisition Of Nationality, 1961) Dan Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan
Konsuler Beserta Protokol Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention On Consular Relations And
Optional Protocol To The Vienna Convention On Consular Relations Concerning
Acquisition Of Nationality, 1963). Konvensi Wina 1963 sendiri telah menetapkan bahwa fungsi
perwakilan konsuler dalam memberikan perlindungan dilakukan dalam batas-batas yang
diperbolehkan oleh hukum internasional (vide Pasal 5
Konvensi Wina 1963). Selain tunduk pada hukum internasional, upaya perlindungan
WNI di luar negeri pun harus dilakukan dengan tidak mengabaikan hukum nasional yang berlaku di wilayah
tersebut. Mengingat penegakan yurisdiksi hukum di wilayah teritorial
merupakan bagian dari kedaulatan suatu Negara.
Permasalahan hukum yang dihadapi oleh WNI di luar negeri sangat
bervariasi, namun sejauh ini dapat dibagi menjadi empat kelompok besar yaitu : pidana, perdata,
ketenagakerjaan, dan imigrasi. WNI yang berada di luar negeri tunduk pada
ketentuan pidana, imigrasi, dan ketenagakerjaan (bila dia bekerja di luar
negeri) yang berlaku di negara penerima. Sementara WNI yang membuat
perjanjian/kontrak dengan pihak asing untuk suatu kegiatan baik di dalam maupun
di luar negeri, secara bersama-sama dengan pihak mitranya dapat memilih
hukum yang berlaku dan tempat penyelesaian sengketa yang diinginkan. Dalam hal
WNI di luar negeri
mengalami permasalahan hukum dan tidak dapat membela hak dan
kepentingannya secara langsung di muka pengadilan atau di hadapan institusi
yang berwenang lainnya di luar negeri, karena ketidak hadirannya atau alasan
lain, Perwakilan RI dapat mewakili atau mengatur perwakilan yang layak bagi WNI dengan
tujuan sebagai langkah awal perlindungan hak dan kepentingan WNI tersebut.
Namun demikian perwakilan baik oleh Perwakilan RI atau pihak lain yang ditunjuk
oleh Perwakilan RI untuk bertindak untuk dan atas nama WNI harus dilakukan dengan memperhatikan
praktek dan prosedur yang berlaku di negara penerima. Namun demikian,
perwakilan di muka pengadilan atau di hadapan institusi lainnya tersebut
pun tidak dapat dijadikan alat untuk mengintervensi sistem hukum yang berlaku terhadap WNI di
negara penerima, semata-mata untuk tujuan perlindungan WNI dimaksud.
Selain perlindungan kekonsuleran, negara juga dapat memberikan
perlindungan diplomatik. Dalam perlindungan diplomatik, pemerintah suatu negara
harus secara tegas
mengajukan klaim atau protes kepada pemerintah negara lain yang dianggap telah
melakukan pelanggaran hukum internasional terhadap warga negaranya. Hal ini
berarti yang terlibat dalam sengketa bukan lagi individu/Warga Negara tertentu,
melainkan pemerintah
masing-masing negara, dan sengketa pun menjadi bersifat internasional. Namun
perlindungan diplomatik juga tunduk pada ketentuan dalam hukum internasional
yang menyatakan bahwa perlindungan diplomatik diberikan terbatas pada kasus
dimana telah terjadi pelanggaran
hukum internasional oleh negara penerima (bukan individu di negara penerima),
seluruh upaya-upaya hukum nasional yang dimungkinkan di negara penerima telah
ditempuh, dan individu yang menjadi korban adalah pemegang kewarganegaraan
negara pemberi
perlindungan.
Perlindungan diplomatik memiliki bentuk yang sangat variatif, mulai dari
yang bersifat lunak seperti mediasi dan good offices hingga yang bersifat keras seperti penangguhan hubungan diplomatik dan
litigasi internasional. Hukum internasional melarang penggunaan kekerasan dalam pelaksanaan
perlindungan diplomatik. Perbedaan mendasar antara perlindungan kekonsuleran
dan perlindungan diplomatik terletak pada perlindungan kekonsuleran bersifat
preventif sementara perlindungan diplomatik bersifat remedial. Selain itu perlindungan diplomatik juga hanya
dilakukan oleh pemimpin negara atau pejabat tinggi yang mewakili negara
(Menteri Luar Negeri atau Duta Besar).
D. KESIMPULAN
- Setiap warga Negara berhak atas perlindungan hukum.
- Negara menjamin perlindungan hukum warganya , melalui undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, yang member mandate perlindungan hukum warganya yang berada di luar negeri.
- Pemerintah perlu lebih memperhatikan nasib warga nya di luar negeri dengan memberikan perlindungan hukum.
- Warga Negara merupakat aset Negara yang berharga yang patut untuk dilindungi.
No comments:
Post a Comment