Add caption |
Nazhir Wakaf adalah seseorang yang
bertanggung jawab mengawasi perputaran, perkembangan, pertumbuhan,
penjagaan, pengelolaan wakaf dan lain sebagainya.
Meskipun waqif telah menentukan seorang nazhir, pengelolaan itu adakalanya dilakukan oleh waqif sendiri jika dia mensyaratkan bahwa pengelolaan wakaf menjadi kewenanganya. Adakalanya oleh penerima wakaf jika waqif
mensyaratkan agar dia mengelola wakaf. Dan adakalanya selain mereka,
yaitu pihak lain yang tidak ada kaitanya dengan wakaf jika memang dia
mendapatkan kewenangan mengelola wakaf. Pengelolaan wakaf harus
mengikuti persyaratan dari waqif, karena para sahabat mewakafkan dan
menentukan persyaratan pada seseorang yang mengelola wakaf. Umar ra
menyerahkan wewenang pengelolaan wakaf pada Hafshah. Ketika dia wafat, pengelolaan wakaf diserahkan pada keluarganya yang cerdas.
Apabila waqif tidak menyertakan
persyaratan [pengelolaan pada seseorang, hakim menjabat sebagai
pengelola wakaf, karena hak penerima wakaf dan hak orang menerima
pengalihan wakaf berhubungan erat dengan pengelolaan tersebut. Apabila waqif
mengangkat dua orang anak laki-lakinya yang istimewa, sementara di
antara sekian banyaj anak waqif hanya seorang yang lebih berkompeten,
hakim menyatukan anak waqif yang lain dengan anak tersebut, karena waqif tidak merelakan wakafnya dikelola oleh satu orang anaknya.
Syarat seorang nazhir harus
adil (konsekuen dalam menjalankan tuntunan agama, baik perintah maupun
larangan), cukup mampu (kuat dan mampu mengatur sesuatu yang menjadi
kewajibanya sebagai nazhir) dan memperoleh petunjuk untuk melakukan
pengelolaan.
Tugas-tugas nazhir adalah
mengelola, menyewakan, memetik asil wakaf, dan membagikanya pada orang
yang berhak menerimanya, menjaga pangkal dan penghasilan wakaf dengan
penuh kehati-hatian karena tugas semacam itulah yang harus diketahui
oleh seorang nazhir. Hal ini ketika nazhir menerima mandat dalam menangani semua perkara tersebut bersifat umum.
Jadi, apabila waqif hanya
memberi mandat padanya untuk menangani sebagian tugas tersebut, nazhir
tidak boleh melampaui batas kewenanganya karena dia harus tunduk pada
persyaratan yang telah ditentukan halnya jabatan wakil.
Apabila waqif menjanjikan sebagian penghasilan wakaf menjadi milik nazhir,
hal tersebut hukumnya boleh, meskipun melebihi upah standar minimum.
Berbeda dengan kasus ketika pengelolaan menjadi kewenangan waqif, dan
dia menjanjikan pada dirinya sebagian penghasilan wakaf, maka upah
pengelolaan tidak boleh melebihi upah standar minimum.
Menurut pendapat yang shahih, jika waqif tidak menyebutkan besaran upah yang menjadi hak nazhir maka nazhir
tidak berhak mendapat upah. Namun, apabila nazhir melaporkan masalah
tersebut kepada hakim agar hakim menetapkan upah bagi dirinya, hakim
boleh menetapkan upah tersebut.
Apabila pengelola wakaf mengaku telah
mengalokasikan penghasilan wakaf pada para pihak yang berhak
menerimanya, dan jika pihak-pihak tersebut dipastikan belum menerima
penghasilan wakaf, maka yang dapat dibenarkan ialah pernyataan
pihak-pihak penerima, dan mereka berhak menuntut nazhir untuk melakukan penghitungan penghasilan wakaf.
Apabila mereka bukan pihak yang telah
dipastikan mendapat penghasilan wakaf, penguasa berwenang memintanya
untuk melakukan penghitungan. Terakhir ini adalah pendapat yang paling
kuat dalilnya dari kedua pendapat yang berkaitan dengan masalah ini.
Jika dimungkinkan, gugatan nazhir
terkait besaran biaya yang telah dikeluarkanya dapat dibenarkan.
Apabila hakim mencurigai nazhir melakukan kebohongan, hakim memintanya
agar bersumpah. Ketemtuan tersebut sesuai dengan adat yang berlaku. Atau
dalam pengalokasian wakaf kepada para kaum fakir dan sejenisnya ada
perbedaan dengan penerima wakaf yang telah ditentukan. Dalam kasus ini,
dia tidak dapat dibenarkan, karena nazhir tidak mendapat kepercayaan
melakukan hal tersebut.
Waqif berwenang memecat seorang nazhir, dan mengangkat orang lain. Kecuali waqif
telah mensyaratkan pada seseorang untuk menjadi nazhir selama wakaf
masih tetap utuh; dia tidak berwenang memecatnya, walaupun demi
kemaslahatan. Sebab, tidak dibenarkan mengubah sesuatu yang telah
disyaratkan padanya, seperti orang lain yang tidak berwenang memecatnya.
Menurut pendapat ashah, akad nazhir
yang menyewakan barang yang diwakafkan pada orang lain sampai masa
tertentu dengan upah sesuai standar minimum, lalu upah standar pada masa
itu naik, atau ada seseorang yang meminta lebih dibandingkan upah
standar minimum, maka akadnya tidak batal. Karena, akad telah berjalan
sesuai keuntungan yang diperoleh pada waktunya, sehingga kasus ini
serupa dengan kasus ketika seorang wali menjual kekayaan seorang anak,
kemudian harga di pasar beranjak naik, atau ada seseorang yang meminta
harga lebih tinggi.
No comments:
Post a Comment