A. Kepribadian Muslim
Kepribadian Muslim dapat dilihat
dari kepribadian orang per orang (individu) dan kepribadian dalam
kelompok masyarakat (ummah). Kepribadian individu meliputi ciri khas
seseorang dalam sikap dan tingkahlaku, serta kemampuan intelaktual yang
dimilikinya. Karena adanya unsur kepribadian yang dimiliki
masing-masing, maka sebagai individu seorang Muslim akan menampilkan
ciri khasnya masing-masing.
Dengan demikian akan ada
perbedaan kepribadian antara seseorang muslim dengan muslim lainnya.
Secara fitrah perbedaan ini memang diakui adanya. Islam memandang setiap
manusia memiliki potensi yang berbeda, hingga kepada setiap orang
dituntut untuk menunaikan perintah agamanya sesuai dengan tingkat
kemampuan masing-masing (QS.6:152).
Kalaulah individu merupakan
unsur terkecil dari suatu masyarakat, maka tentunya dalam pembentukan
kepribadian Muslim sebagai umat akan sulit dipenuhi. Beranjak dari
pernyataan tersebut, maka dalam upaya membentuk kepribadian Muslim baik
secara individu, maupun sebagai suatu ummah, adanya perbedaan tersebut
bagaimana pun tak mungkin dapat diletakkan. Dalam kenyataannya memang
dijumpai adanya unsur keberagaman (heterogenitas) dan
homogenitas(kesamaan).
Maka walaupun sebagai individu
masing-masing kepribadian itu berbeda, tapi dalam pembentukan
kepribadian muslim sebagai ummah, perbedaan itu perlu dipadukan. Sumber
yang menjadi dasr dan tujuannya adalah ajaran wahyu.
Dasar pembentukan adalah
Al-Qur’an dan hadist, sedangkan tujuan yang akan dicapai menjadi
pengabdi Allah yng setia (QS.51:56), sebagai Tuhan yang wajib disembah.
Sedangkan pengabdian yang dimaksud didasarkan atas tuntutan untuk
menyembah kepada Tuhan yang satu : itulah dia Allah Tuhan kamu, tidak
ada yang berhak disembah selain dia. Pencipta segala sesuatu, maka
sembahlah dia(QS.6:102).
Pernyataan wahyu ini merupakan
kerangka acuan dalam pembentukan kepribadian Muslim sebagai ummah. Acuan
ini berisi pernyataan, bahwa sitiap Muslim wajib menunjukkan ketundukan
yang optimal kepada zat yang menjadi sesembahannya. Dengan demikian
secara keseluruhan kaum muslimin mengacu kepada pembentukan sikap
kepatuhan yang sama imbasnya diharapkan akan terbentuk sifat dan sikap
yang secara umum adalah sama. Inilah yang dimaksud dengan kepribadian
muslim sebagai ummah.
1. Pembentukan Kepribadian Muslim Sebagai Individu
Secara individu kepribadian
Muslim mencerminkan cirri khas yang berbeda. Ciri khas tersebut
diperolah berdasarkan potensi bawaan. Dengan demikian secara potensi
(pembawaan) akan dijumpai adnya perbedaan kepribadian antara seorang
muslim dengan muslim lainnya. Namun perbedaan itu terbatas pada seluruh
potensi yang mereka miliki, berdasarkan factor pembawaan masing-masing
meliputi aspek jasmani dan rohani. Pada aspek jasmani seperti perbedaan
bentuk fisik, warna kulit, dan cirri-ciri fisik lainnya. Sedangkan pada
aspek rohaniah seperti sikap mental, bakat, tingkat kecerdasan, maupun
sikap emosi.
Sebaliknya dari aspek roh,
ciri-ciri itu menyatu dalam kesatuan fitrah untuk mengabdi kepada
penciptannya. Latar belakang penciptaan manusia menunjukkan bahwa secara
fitrah manusia memiliki roh sebagai bahan baku yang sama. Menurut Hasan
Langgulung, pernyataan tersebut mengandung makna antara lain, bahwa
Tuhan memberikan manusia beberapa potensi yang sejalan dengan
sifat-sifatnya. Kepibadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui
pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju
dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang dimiliki
akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan
tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan “ Orang mukmin yang paling
sempurna imannya, adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya.
Disini terlihat ada dua sisi
penting dalam pembentukan kepribadian muslim, yaitu iman dan akhlak.
Bila iman dianggap sebagai konsep batin, maka batin adalah implikasi
dari konsep itu yang tampilanya tercermin dalam sikap perilaku
sehari-hari. Keimanan merupakan sisi abstrak dari kepatuhan kepada
hukum-hukum Tuhan yang ditampilkan dalam lakon akhlak mulia.
Menurut Abdullah al-Darraz,
pendidikan akhlak dalam pembentukan kepribadian muslim berfungsi sebagai
pengisi nilai-nilai keislaman. Dengan adanya cermin dari nilai yang
dimaksud dalam sikap dan perilaku seseorang maka tampillah
kepribadiannya sebagai muslim. Muhammad Darraz menilai materi akhlak
merupakan bagian dari nilai-nilai yang harus dipelajari dan
dilaksanakan, hingga terbentuk kecendrungan sikap yang menjadi ciri
kepribadian Muslim.
Usaha yang dimaksud menurut Al-Darraz dapat dilakukan melalui cara memberi materi pendidikan akhlak berupa :
- Pensucian jiwa
- Kejujuran dan benar
- Menguasai hawa nafsu
- Sifat lemah lembut dan rendah hati
- Berhati-hati dalam mengambil keputusan
- Menjauhi buruk sangka
- Mantap dan sabar
- Menjadi teladan yang baik
- Beramal saleh dan berlomba-lomba berbuat baik
- Menjaga diri (iffah)
- Ikhlas
- Hidup sederhana
- Pintar mendengar dan kemudian mengikutinya (yang baik)
Pembentukan kepribadian muslim
pada dasarnya merupakan upaya untuk mengubah sikap kearah kecendrungan
pada nilai-nilai keislaman. Perubahan sikap, tentunya tidak terjadi
secara spontan. Semua berlajan dalam sautu proses yang panjang dan
berkesinambungan. Diantara proses tersebut digambarkan oleh danya
hubungan dengan obyek, wawasan, peristiwa atau ide(attitude have
referent), dan perubahan sikap harus dipelajari (attitude are learned),
menurut Al-Ashqar. Ada hubungan timbale balik antara individu dengan
lingkungannya.
Selanjutnya kata Al-Ashqar, jika
secara konsekwen tuntutan akhlak seperti yang dipedomankan pada
Al-Qur’an dapat direalisasikan dalam kehidupan sehar-hari, maka akan
terlihat ciri-cirinya. Ia memberikan rincian ciri-ciri yang dimaksud
sebagai berikut:
- Selalu menepuh jalan hidup yang didasarkan didikan ketuhanan dengan melaksanakan ibadah dalam arti luas.
- Senantiasa berpedoman kepada petunjuk Allah untuk memperolah bashirah (pemahaman batin) dan furqan (kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk).
- Mereka memperoleh kekuatan untuk menyerukan dan berbuat benar, dan selalu menyampaikan kebenaran kepada orang lain.
- Memiliki keteguhan hati untuk berpegang kepada agamanya.
- Memiliki kemampuan yang kuat dan tegas dalam menghadapi kebatilan.
- Tetap tabah dalam kebenaran dalam segala kondisi.
- Memiliki kelapangan dan ketentraman hati serta kepuasan batin hingga sabar menerima cobaan.
- Mengetahui tujuan hidup dan menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir yang lebih baik.
- Kembali kepada kebenaran dengan melakukan tobat dari segala kesalahan yang pernah dibuat sebelumnya.
Dalam hal ini Islam juga
mengajarkan bahwa factor genetika (keturunan) ikut berfungsi dalam
pembentukan kepribadian Muslim. Oleh karena itu, filsafat pendidikan
Islam memberikan pedoman dalam pendidikan Prenatal (sebelum lahir),
Pembuahan suami atau istri sebaiknya memperhatikan latarbelakang
keturunan masing-masing pilihan (tempat yang sesuai) karena keturunan
akan membekas (akhlak bapak akan menurun pada anak).
Kemudian dalam proses
berikutnya, secara bertahap sejalan dengan tahapperkembangan usianya,
pedoman mengenai pendidikan anak juga telah digariskan oleh filsafat
pendidikan Islam. Kalimat tauhid mulai diperdengarkan azan ketelingan
anak yang baru lahir. Kenyataan menunjukkan dari hasil penelitian ilmu
jiwa bahwa bayi sudah dapat menerima rangsangan bunyi semasa masih dalam
kandungan. Atas dasar kepentingan itu, maka menggemakan azan ketelingan
bayi, pada hakikatnya bertujuan memperdengarkan kalimat tauhid diawak
kehidupannya didalam dunia.
Pada usia selanjutnya, yaitu
usia tujuh tahun anak-anak dibiasakan mengerjakan shalat, dan perintah
itu mulai diintensifkan menjelang usia sepuluh tahun. Pendidikan akhlak
dalam pembentukan pembiasaan kepada hal-hal yang baik dan terpuji
dimulai sejak dini. Pendidikan usia dini akan cepat tertanam pada diri
anak. Tuntunan yang telah diberikan berdasarkan nilai-nilai keislaman
ditujukkan untuk membina kepribadian akan menjadi muslim. Dengan adanya
latihan dan pembiasaan sejak masa bayi, diharapkan agar anak dapat
menyesuaikan sikap hidup dengan kondisi yang bakal mereka hadapi kelak.
Kemampuan untuk menyesuikan diri dengan lingkungan tanpa harus
mengorbankan diri yang memiliki ciri khas sebagai Muslim, setidaknya
merupakan hal yang berat.
Dengan demikian pembentukan
kepribadian muslim pada dasarnya merupakan suatu pembentukan kebiasaan
yang baik dan serasi dengan nilai-nilai akhlak al-karimah. Untuk itu
setiap Muslim diajurkan untuk belajar seumur hidup, sejak lahir
(dibesarkan dengan yang baik) hingga diakhir hayat. Pembentukan
kepribadian Muslim secara menyeluruh adalah pembentukan yang meliputi
berbagai aspek, yaitu:
- Aspek idiil (dasar), dari landasan pemikiran yang bersumber dari ajaran wahyu.
- Aspek materiil (bahan), berupa pedoman dan materi ajaran yang terangkum dalam materi bagi pembentukan akhlak al-karimah.
- Aspek sosial, menitik beratkan pada hubungan yang baik antara sesama makhluk, khususnya sesama manusia.
- Aspek teologi, pembentukan kepribadian muslim ditujukan pada pembentukan nilai-nilai tauhid sebagai upaya untuk menjadikan kemampuan diri sebagai pengabdi Allah yang setia.
- Aspek teologis (tujuan), pembentukan kepribadian Muslim mempunyai tujuan yang jelas.
- Aspek duratife (waktu), pembentukan kepribadian Muslim dilakukan sejak lahir hingga meninggal dunia.
- Aspek dimensional, pembentukan kepribadian Muslim yang didasarkan atas penghargaan terhadap factor-faktor bawaan yang berbeda (perbedaan individu).
- Aspek fitrah manusia, yaitu pembentukan kepribadian Muslim meliputi bimbingan terhadap peningkatan dan pengembangan kemampuan jasmani, rohani dan ruh.
Pembentukan kepribadian muslim
merupakan pembentukan kepribadian yang utuh, menyeluruh, terarah dan
berimbang. Konsep ini cenderung dijadikan alasan untuk memberi peluang
bagi tuduhan bahwa filsafat pendidikan Islam bersifat apologis (memihak
dan membenarkan diri). Penyebabnya antara lain adalah ruang lingkupnya
terlalu luas, tujuan yang akan dicapai terlampau jauh, hingga dinilai
sulit untuk diterapakn dalam suatu sistem pendidikan.
2. Pembentukan Kepribadian Muslim Sebagai Ummah.
Pembentukan kepribadian Muslim
sebagai individu, adalah pembentukan kepribadian yang diarahkan kepada
peningkatan dan pengembangan factor dasar (bawaan) dan factor ajar
(lingkungan), dengan berpedoman kepada nilai-nilai keislaman. factor
dasar pengembangan dan ditingkatkan kemampuannya melalui bimbingan dan
pembiasaan berfikir, bersikap dan bertingkah laku menurut norma-norma
Islam. Sedangkan factor ajar dilakukan dengan cara mempengaruhi individu
melalui proses dan usaha membentuk kondisi yang mencerminkan pola
kehidupan yang sejalan dengan norma-norma Islam seperti contoh, teladan,
nasihat, anjuran, ganjaran, pembiasaan, hukuman, dan pembentukan
lingkungan serasi.
Komunitas Muslim (kelompok
seakidah) ini disebut ummah. Individu merupakan unsur dalam kehidupan
masyarakat. Maka dengan membentuk kesatuan pandangan hidup pada setiap
individu, rumah tangga, diharapkan akan ikut mempengaruhi sikap dan
pandangan hidup dalam masyrakat, bangsa, dan ummah. Adapun pedoman untuk
mewujudkan pembentukan hubungan itu secara garis besarnya terdiri atas
tiga macam usaha, yakni : (1) memberi motivasi untuk berbuat baik, (2)
mencegah kemungkaran dan, (3) beriman kepada Allah. Untuk memenuhi tiga
persyaratan itu, maka usaha pembentukan kepribadian Muslim sebagai ummah
dilakukan secara bertahap, sesuai dengan ruang lingkup dan kawasan yang
menjadi lingkungan masing-masing.
Abdullah al-Daraz membagi kegiatan pembentukan itu menjadi empat tahap meliputi:
a. Pembentukan nilai-nilai Islam dalam keluarga
Bentuk penerapannya adalah dengan Cara melaksanakan pendidikan akhlak dilingkungan keluarga. Langkah yang ditempuh adalah;
- Memberikan bimbingan untuk berbuat baik kepda kedua orang tua
- Memelihara anak dengan kasih saying
- Memberi tuntunan anak akhlak kepada anggota keluarga.
- Membiasakan untuk mengahargai peraturan-peraturan dalam rumah.
- Membiasakan untuk memenuhi kewajiban sesame kerabat seperti ketentuan soal waris.
Pembentukan nilai-nilai Islam
dalam keluarga dinilai penting. Pertama, keluarga paling berpotensi
untuk membentuk nilai – nilai dasar, karena lingkungan sosial pertama
kali yang dikenal anak. Kedua, Keluraga menempati peran penting dalam
pembentukan masyarakat. Keluarga senagai organisasi sosial yang paling
kecil, tapi mempengaruhi masa depan suatu masyarakat.
b. Pembentukan nilai-nilai dalam hubungan sosial
Kegiatan hubungan sosial
mencakup upaya penerapan nilai-nilai akhlak dalam pergaulan sosial
langkah-langkah pelaksanaanya mencakup:
- Melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji dan tercela.
- Mempererat hubungan kerjasama dengan cara menghindarkan diri dari perbuatan yang dapat mengarah kepada rusaknya hubungan sosial.
- Menggalakkan perbuatan-perbuatan yang terpuji dan memberi manfaat dala kehidupan bermasyarakat seperti memaafkan kasalahan, menepati janji, memperbaiki hubungan antar manusia, dan amanah.
- Membina hubungan menurut tata tertib, seperti berlaku sopan, meminta izin ketika masuk rumah, berkata baik, serta memberi dan membalas Salam.
c. Membentuk nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa.
Adapun upaya untuk membentuk nilai-nilai Islam dalam konteks ini adalah;
- Kepala negara menerapkan prinsip musyawarah, adil, jujur, dan tanggung jawab.
- Masyarakat Muslim berkewajiban mentaati peraturan, menghindarkan dari perbuatan yang merugikan keharmonisan hidup berbangsa.
d. Pembentukan Nilai-nilai Islam dalam Hubungannya dengan Tuhan.
Baik secara individu atau secara
ummah, kaum muslimin diharuskan untuk senantiasa menjaga hubungan yang
baik dengan Allah SWT. Nilai-nilai Islam yang diterapkan dalam membina
hubungan itu mencakup:
- Senantiasa beriman kepada Allah.
- Bertaqwa kepada-Nya
- Menyatakan syukur atas segala nikmat Allah dan tidak berputus asa dalam mengaharapkan rahmat-Nya.
- Berdo’a kepada Allah, mensucikan diri, mengagungkan-Nya serta senantiasa mengingat-Nya
- Menggantungkan niat atas segala perubahan kepada-Nya.
Realisasi dari pembinaan hubungan
yang baik kepada Allah ini adalah cinta kepada Allah. Puncaknya adalah
menempatkan rasa cinta kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya. Dengan
menerapkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya diatas segalanya,
diharapkan kepribadian Muslim sebagai individu maupun sebagai ummah akan
membuahkan sikap untuk lebih mendahulukan kepentingan melaksanakan
perintah khalikNya dari kepentingan lain.
Pembentukan kepibadian Muslim
sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun ummah pada hakikatnya
berjalan seiring dan menuju ketujuan yang sama. Tujuan utamanya adalah
guna merealisasikan diri, baik secara pribadi (individu) maupun secara
komunitas (ummah) untuk menjadi pengabdi Allah yang setia. Pada tingkat
ini terlihat bahwa filsafat pendidikan Islam memiliki sifat yang
mendasar (sejalan dengan fitrah), universal (umum) dan terarah pada
tujuan yang didasarkan atas konsep yang jelas dan benar adanya.
B. Kepribadian Muslim Sebagai Khalifah
Allah sebagai pencipta memberi
pernyataan, bahawa ia mampu untuk menadikan manusia umat yang sama.
Dalam hal ini ternyata Al-Qur’an telah memeberi jalan keluar untuk
menggalang persatuan dan kesatuan manusia, yang memiliki latar belakang
perbedaan suku, bangsa dan ras. Mengacu pada pengertian tersebut,
setidak-tidaknya dijumpai empat aspek yang tercakup dalam pengertian
ukhuwah, yaitu:
- Ukhuwah fi al-ubudiyyat, yang mengadung arti persamaan dalam ciptaan dan ketundukan kepada Allah sebagai pencipta. Pesamaan seperti ini mencakup persamaan antara sesama makhluk ciptaan Allah.(QS. 6;38)
- Ukhuwah fi al-insaniyyat, merujuk kepada pengertian bahwa manusia memiliki persamaan dalam asal keturunan (QS. 49:13)
- Ukhuwah fi al-wathaniyyat wa al nasab, yang meletakkan dasar persamaan pada unsur bangsa dan hubungan pertalian darah.(QS. 4:22-23).
- Ukhuwah fi din al-Islam, yang mengacu pada persamaan keyakinan (agama) yang dianut, yaitu Islam.
Dasar ini menempatkan kaum muslimin sebagai saudara, karena memiliki akidah yang sama.
Mengacu
pada pokok permasalahan diatas, terlihat bahwa kekhalifahan manusia
bukan sekedar jabatan yang biasa. Dengan jabatan tersebut manusia
dituntut untuk bertanggung jawab terhadap kehidupan dan pemeliharaan
ciptaan Tuhan di muka bumi. Untuk itu manusia manusia dapat mengemban
amanat Allah baerupa kreasi yang didasarkan atas norma-norma ilahiyat.
Sebagai khalifah manusia
dituntut untuk memiliki rasa kasih sayang, yang sekaligus menjadi
identitasnya. Sifat kasih sayang adalah cerminan dari kecenderungan
manusia untuk meneladani sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Sebagai khalifaeh juaga manusia diserahkan amanta untuk
mengatur kehidupan di bumi, manusia tak terlepas dari keterikatannya
dengan sang Pencipta. Dalam hal ini manusia dituntut untuk bersyukur
terhadap keberadaannya dan lingkungan hidupnya.
Kepribadian khalifah tergabung
dalam empat sisi yang saling berkaitan, keempat sisi itu adalah: (1)
mematuhi tugas yang diberikan Allah, (2) menerima tugas tersebut dan
meleksanakannya dalam kehidupan perorangan maupun kelompok, (3)
memelihara serta mengelola lingkungan hidup untuk kemanfaatan bersama,
(4) Menjadikan tugas-tugas khalifah sebagai pedoman pelaksanaannya.
Gambaran
dari kepribadian Muslim terangkum dalam sosok individu yang segala
aktivitasnya senantiasa didasarkan kepeda atas Nama Allah, sekaligus
dalam ridho Allah. Kesadaran dan keterikatan dengan nilai-nilai ilahiyat
ini merupakan acuan dasar bagi setiap aktivitas yang dilakukannya.
No comments:
Post a Comment